Halaman

Rabu, 08 Juli 2015

8 Juli 2015

Hari ini, aku terbangun dengan sangat jorok.
Bagaimana tidak, aku terbangun pukul setengah sepuluh pagiπŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚ Memang semalam aku baru tertidur pukul 12 malam, karena baru menginjakkan kaki di rumah pukul setengah 12 malam setelah menemani ibundaku pergi periksa.

Aku mendapati dua orang tetangga saya sedang menyiapkan dana kewajiban shadaqah harta usaha keluargaku. Sepintas saya mendengar ibu saya meminta salah seorang karyawan rumah untuk menukarkan uang menjadi pecahan di salah satu jasa penukaran uang tidak resmi di tepi jalan utama kotaku. Sepulang menukarkan uang, ia melaporkan bahwa jasa penukaran uang tersebut mematok biaya 10.000 per 100.000 rupiah uang yang ditukarkan, atau dengan kata lain mematok 10% dari jumlah penukaran uang, cukup banyak bukan? Sore harinya, ayahku mengajakku untuk bersepeda sejenak sembari menunggu waktu maghrib tiba, aku berkeliling menyusuri jalan yang dipenuhi para penjaja jasa penukaran uang, bahkan sang penjaja jasa berjajar cukup banyak di sepanjang jalan K.H Wahid Hasyim hingga jalan A. Yani, aku pengamati sang penjaja jasa mengajak sang anak menemani disampingnya, menunggu pelanggan dengan sabarnya. Kemudian aku dan ayahku berhenti sejenak di sebuah toko sepeda angin langganan kami, Toko Agung, toko sepeda yang seringkali ramai oleh pembeli, jarang sekali aku menemui toko tersebut sepi. Benar saja, saat kami memarkirkan sepeda di toko tersebut, banyak sekali calon pembeli yang melakukan transaksi, baik yang hanya melihat-lihat atau sudah melakukan transaksi jual-beli. Aku mendapati seorang ayah beserta anaknya tengah membeli sebuah sepeda mini berwarna oranye dipadu dengan warna kuning yang senada, setelah bertransaksi, sang ayah meminta bantuan salah satu karyawan toko untuk membantunya mengemas sepeda tersebut agar dapat dibawa pulang. Sang anak dengan antusias ingin segera pulang dan mencoba sepeda barunya, tersirat benar diwajahnya kegembiraan yang membuncah, walaupun tidak diungkapnya secara tersurat. Ketika sang karyawan mengemas dan mengikat sepeda angin diatas sepeda motor dengan cepat dan gesitnya, sang anak menunjukkan ekspresi seolah ingin meneriakkan, "Hati-hati Pak. Itu sepeda baruku!" Sang bapak dari anak tersebut pun dengan sabar membantu mengemas sepeda dan tersirat pula ekspresi bahagia sang bapak karena mampu membahagiakan sang anak. Aku pun tersenyum, dan menyadari begitu besar cinta kedua orang tua, begitu besar usaha mereka untuk membahagiakan buah hatinya. Terbukti di H-9 Hari Raya Idul Fitri, sang karyawan tersebut masih juga bekerja di toko sepeda itu, nampak peluh mendominasi sekujur pelipisnya ditengah terpaan matahari sore yang menyinari kala itu. Aku mencoba membayangkan, bagaimana bahagianya sang anak -dan juga kedua orangtuanya- ketika mereka mampu membahagiakan satu sama lain. Sebuah ikatan simbiosis mutualisme anak-orangtua. Dimana orangtua berusaha sebisa mungkin memberikan yang mereka punya demi keberlangsungan masa depan sang anak, dan anakpun melakukan sebaliknya, sebisa mungkin menunjukkan kemampuannya agar mampu membahagiakan orangtua mereka, walaupun dengan cara sederhana namun bermakna.

Kemudian, Apakah usaha anda untuk membahagiakan orangtua atau buah hati anda?

Jalan-Jalan ke Rumah Sakit, Yuk!

Jika diberi waktu libur panjang. Apa yang ada dibenak kalian untuk menjalani waktu yang ada? Pergi jalan-jalan untuk berekreasi bukan? Menurut kalian, apasih definisi dari tamasya?

Menurut KBBI rekreasi berarti penyegaran kembali badan dan pikiran; sesuatu yg menggembirakan hati dan menyegarkan spt hiburan.

Berlibur seperti sebuah kosakata yang menggembirakan dan ditunggu-tunggu oleh mayoritas masyarakat, dengan harapan individu dapat kembali menyegarkan pikiran mereka sehingga tidak terlalu penat dengan rutinitas harian yang ada. Kebanyakan masyarakat memilih lokasi liburan seperti pantai atau daerah pegunungan, sudah dapat dipastikan kedua lokasi tersebut akan disesaki oleh banyak wisatawan di musim liburan seperti saat ini. Namun, jika waktu dan biaya tidak memungkinkan untuk berlibur ke dua destinasi tersebut, tak ada salahnya anda berlibur ke Rumah Sakit. "Lhoh kok Rumah Sakit? Memangnya ada pantai di dalamnya? Ngapain juga ke rumah sakit?"

Jadi seperti ini ceritanya, saya tadi malam mengantarkan ibunda saya untuk berobat di sebuah rumah praktek daerah Nginden Intan Raya Surabaya. Lebih tepatnya, saya mengunjungi rumah praktek Prof. Dr. dr. Djoko Soemantri, Sp.Jp. Seorang profesor dalam dunia kedokteran spesialis jantung, saat itu ibu saya sedang kambuh tiroidnya, ibu saya mendapatkan nomor 6 pada antrian pasien, padahal ibu saya telah menelfon untuk mendapatkan nomor antrian sehari sebelumnya. Sembari menunggu ibu saya, saya sempatkan melihat sekeliling, mengamati suasana rumah praktek yang berdampingan dengan kamar praktek spesialis THT yang tak lain adalah istri dari Prof Djoko tersebut. Rumah praktek tersebut tertata apik, menyiratkan bahwa rupiah yang terkumpul melalui jasa praktek dokter tersebut tidak sedikit.
2 jam berselang, ibu saya diperiksa oleh dokter tersebut, baru kali itu saya bertemu dengan Prof Djoko, dan saya sangat terkagum-kagum dengan beliau, karena mampu menyelesaikan jenjang pendidikan hingga menempuh gelar doktor beserta profesor sekaligus, sedangkan saya masih berkutat dengan satu gelar yang belum usai *masih semeter 2-- lho kok jadi curhat*. Ibu saya diperiksa dengan alat-alat canggih dan kemudian, "berapa Dok?" "400 ribu" dalam benak saya, "MasyaAllah 400ribuπŸ˜‚" ternyata tidak cukup sampai disitu, ibu saya diharuskan untuk menebus obat di apotik yang sudah ditunjuk dan mas apoteker menujukkan selembar kertas putih bertuliskan jumlah uang yang harus ditebus untuk mendapatkan obat yakni 417.000 IYAA 400 RIBU PULAAA. Subhanallah 800 ribu pergi dengan mudahnya... Kemudian dikala menunggu ibu saya shalat sejenak, saya mengamati situasi yang ada, ada sebuah mobil yang menjemput perempuan muda berwajah pucat yang sedang didorong oleh seorang laki-laki paruh baya yang saya kita itu ayanya, dengan bersusah payah sang ayah harus membenarkan posisi mobil dan kembali untuk mendorong anaknya menuju mobil. Sang anak nampak begitu lesu, begitu pucat pasi, sedangkan sang ayah begitu ikhlas untuk mengusahakan kesembuhan sang anak. Saat itu, aku mengucap syukur yang luar biasa kepada Allah, kejadian itu seolah menamparku, mengingatkanku BERSYUKURLAH ZAKKKKK. Dan seolah menjawab komplainku kepada-Nya, terkadang terbersit pikiran kenapa doa-doaku tak kunjung Kau kabulkan ya Allah, kenapa? Padahal hamba sudah menjalankan kewajiban dan sunnahMu sebaik mungkin... Namun apa? Doa-doa hamba seolah hanya masuk daftar Waiting listmu ya Allah. Namun ketika saya menyaksikan hal tersebut, kepala saya seolah-olah sedang di bentuskan ke tembok, seolah-olah disadarkan dan saya tertunduk lesu, saya malu... Saya telah diberikan Allah begitu banyak Karunia-Nya, begitu banyak Rezeki yang Allah gelontorkan untuk saya tiada henti, namun saya masih juga komplain dan menganggap ini semua tidak adil...

Suatu nasihat untuk saya sendiri.
Memang Allah tidak selalu menjawab apa yang saya semogakan,
Memang Allah tak kunjung merealisasikan apa yang saya harapkan,
Karena Allah memberikan apa yang saya butuhkan, bukan apa yang saya inginkan,
Dan saya ingat nasihat kakek saya,
"Itu pertanda Allah sayang kamu.. Allah menyukai suaramu, Allah masih ingin terus mendengar desahan dalam tiap doamu, coba bayangkan jika Allah tidak menyukai suaramu, Wes ndang dikek i arek iku, gak seneng krungu suarane -sudah cepat diberi anak itu, tidak suka mendengar suaranya-"

Benar saja, sepulang dari tempat praktik itu, saya bersyukur, pikiran saya menjadi lebih fresh, lebih dapat mensyukuri hidup saya dengan menyadari bahwa jauh lebih banyak yang merasa tertekan, yang jauh lebih terlibat banyak masalah dibanding saya. Kembali ke definisi awal dari rekreasi yakni menyegarkan pikiran dan menggembirakan hati, jadi, pergi ke rumah sakit untuk mensyukuri hidup kita bukankah suatu rekreasi pula?
Untuk itu, yuk sekali-kali jalan-jalan ke Rumah sakit terdekat. Amati lingkungan sekitar... Syukuri masih diberi kesehatan, diberi umur panjang, diberi keluarga yang lengkap, diberi begitu banyak keistimewaan yang tidak terasa kita nikmati sehari-hari.

Jadi, bagaimana? Sudah bersyukur hari ini?

Selasa, 07 April 2015

marco

Aku duduk bersandar di ujung kamar yang beralaskan kasur tipis dengan balutan kain kuning penutup kasur. Aku menyendiri memandangi sekeliling kamar mungilku ini, tertata cukup apik, namun tidak terkesan sangat rapi. Saat aku mulai menyapukan pandanganku ke sekeliling kamar, mataku tertuju pada sebuah kemeja yang menggantung di sudut yang lain, kemeja dengan motif kotak-kotak yang mendominasi, kemeja itu berwarna coklat muda dengan kancing coklat tua yang menghiasi di tengah kemeja. Kemeja tersebut tergantung cukup rapi, namun sisi rapi tersebut tak nampak karena terhalang oleh jaket yang memiliki warna senada dengan kancing kemeja tersebut. Kemeja coklat tersebut tergantung pada sebuah gantungann baju hitam dengan aksen yang cukup unik, yang menurutku memiliki sisi seni pada aksen tersebut. Sembari aku memandangi dan mengamati kemeja itu dengan seksama, perlahan aku teringat mengenai siapa pemilik kemeja tersebut, aku mulai teringat mengenai kenangan yang pernah ia dan aku lewati bersama. Pemilik kemeja tersebut adalah Marco, laki-laki yang pernah mengisi kehidupanku. Aku masih ingat betul bagaimana ia menghabiskan sore bersamaku, kami seringkali berkeliling kompleks kecil kami, untuk menjalin relasi baik dengan tetangga dan menikmati waktu senggang yang ada. Memang saat kami berkeliling Marco lebih sering mengenakan kaos sporty dipadu celana pendek berwarna senada, kami seringkali berkeliling sembari membicarakan kejadian-kejadian yang kami alami di kelas hari itu. Aku dan Marco selalu mengakhiri sesi jalan sore kami di sebuah taman di tengah kompleks, kami sering memesan seporsi bakso lengkap dengan es degan yang tersedia. Bergurau bersama dan menjadikan setiap sore kami menjadi begitu berwarna. Saat sang fajar telah kembali ke peraduan, kami kemudian berjalan beriringan menuju Masjid Baiturrahman untuk menunaikan Shalat Maghrib, itulah rutinitas harian kami.
Namun sore itu nampak berbeda, Marco menemuiku dengan mengenakan kemeja coklat dipadu celana jeans berwarna biru tua. Aku sedikit heran dengan apa yang Marco kenakan, hanya saja saat itu aku berfikiran mungkin Marco sepulang bimbingan belum sempat berganti baju untuk menemuiku. Kami kemudian menjalani sore kami seperti biasa, berceloteh mengenai guru yang mengajar kami pagi itu, membicarakan beberapa gadget baru ditemani semangkuk mie ayam dan es jeruk manis, sederhana namun bermakna. Adzan berkumandang, kami melangkahkan kaki kami untuk menunaikan perintah-Nya dan kemudian kami pulang ke rumah kami masing-masing.
Tiga tahun berselang, aku dan Marco terpisah, ia saat ini sedang menempuh pendidikan di sebuah universitas negeri di ujung barat pulau jawa, sedangkan aku menempuh pendidikan di ujung lainnya. Aku tidak memiliki akses untuk mengontaknya kembali, terakhir kali, ia hanya menghubungiku melalui sebuah paket yang berisi kemeja coklat itu dan selembar kartu pos yang berbunyi “hai, sudah berapa lama kita tidak bertemu? Kamu masih ingat aku kan? Jangan kangen ya, aku disini baik-baik saja kok. Tunggu aku pulang dengan gelar sarjana enam bulan lagi ya! Kamu apa kabar? Gausah sok nyariin aku deh, aku ga kemana-mana kok cuma pergi bentar aja, bentar lagi juga balik.” Dan hari ini, tepat enam bulan setelah aku menerima paket tersebut, namun aku belum juga mendapat kabar mengenai sahabatku yang satu ini. Sampai lima menit kemudian, aku mendengar suara ketukan pintu “tok..tok..tok..”

Kamis, 05 Maret 2015

Hamparan tak berujung

Aku ingat, saat kita pertama kali berjumpa. tugas itu yang mempertemukan kita.
aku ingat, bagaimana percakapan singkat kita bermula, antara junior-senior; tak ada beda.
aku ingat, bagaimana kita tertawa bersama saat dulu kala;sebelum semuanya muncul perlahan.

ya. aku adalah serpihan dari masa lalumu.

ingatkah kau? saat kita bertutur kata ringan dalam pesan singkat yang kuakhiri dengan pesan, "sekolah dek, sekolah"
ingatkah kau? saat kita terpaksa harus mengerjakan kewajiban kita berdua dikarenakan sang ketua tengah dalam kondisi tak memungkinkan.
tugas sederhana itu mempertemukan kita. siapa sangka sejengkal demi sejengkal percakapan kita berujung pada percakapan-percakapan hingga pagi menyapa.

apakah kamu masih mengingat bagaimana kekesalanmu yang tak dapat kau tutupi karena aku yang berkali-kali salah mengirimkan format pesan singkat yang hendak kau kirimkan kepada yang lain? ah. mungkin kamu telah lupa.

berbagai pesan singkat itu menghantarkan kita pada perasaan yang sama.
namun apa daya, kala itu kau bersamanya.

aku hendak mundur perlahan, karena kutahu, kau miliknya.
namun apadaya, kau mencengkeramku lebih kuat, seakan mengungkapkan "jangan pergi, tunggulah sejenak. aku akan menuntaskan ini perlahan"

dua minggu kau berikanku jangka waktu untuk menunggumu.
.
.
.
.

siapa sangka? kau menepati janjimu, tak butuh waktu dua minggu, kau lebih memilihku daripadanya.

sedikit bisa bernafas lega, kita bersama walau tanpa ikatan pasti.


12 februari entah mengapa aku menyelidikimu melalui akun facebookmu, siapa sangka, kau berulang tahun keesokan harinya.
aku hanya menggodamu dengan berkata "minta kado apa?" permintaanmu sederhana, "keluar yuk besok sama aku"

jam berselang, kau dan aku bertemu,menyusuri jalanan pagi berdua.
siapa sangka, semenjak itu kata aku dan kamu pun membaur menjadi kita.

semenjak saat itu, kita semakin mengerti satu sama lain. mencoba memahami diri kita masing-masing

waktu berlalu, kita menjalaninya berdua. sampai suatu ketika merekapun tau, padahal kita tidak pernah mengungkapnya.
satu demi satu.


satu tahun berselang, hubungan kita semakin rumit. entah mengapa, mungkin tatkala diriku perlahan mulai menemukan kebenarannya, sayang.
hingga titik jenuhmu pun tiba.


aku merasa ada yang aneh dari dirimu saat kita berjumpa, aku merasakan hawa yang berbeda.

satu demi satu kebenaran terungkap. kau pergi dengannya bukan?
saat aku mencoba mengkorfirmasikan denganmu, kau hanya berkata "aku cuma temenan sm dia, pas km marah sm aku"
okelah memang ini salahku.

perlahan aku mulai sadar, bahwa ada yang lain diluar aku.
kucoba menelisik lebih dalam, benar saja. kamu pergi dengannya, berdua saja.
iya dengan dia, temanku sendiri. setega itukah kamu?

padahal kamu sendiripun mengerti, ada doa dalam hadiah yang kuberi saat usiamu menginjak 17 tahun...
....semoga tiap detik jam ini bergerak, akan selalu ada aku didalamnya, aku sayang kamu."....

siapa sangka, saat ini jam itu masih berputar, tanpa ada aku.
bahkan saat ini aku tahu, telah ada yang lain yang mengisi setiap detikmu.


mungkin aku yang terlalu bodoh, membiarkanmu pergi dariku karena tingkahku.

namun tahukah kamu ? aku jauh lebih menyayangimu.
karena aku tahu "aku tidak membiarkan orang yang aku sayang terbakar api neraka kelak karenaku"
aku tahu jalan yang kita tempuh salah, sehingga aku membiarkanmu pergi, agar kau tak tersentuh panasnya neraka.
dan satuhal, cinta akan tahu kemana dia akan pulang, sayang.

Senin, 02 Maret 2015

Putih, tak abu-abu

AkU adalah selembar kertas putih. Tak berwarna, aku mencoba mewarnai hidup dan bertemu berbagai pewarna yang siap mewarnaiku

Tulisan Tangan Tak Bertuan

Aku terbangun dari ketidaksadaran sejenakku. lamaunan itu mengingatkanku akan arti dari kehidupan ini sesungguhnya.

Aku adalah sebuah huruf yang tergabung dalam kelompok kecil kata yang juga menjadi satu dalam rangkaian kalimat panjang.
aku sedang mengukir hidupku, dalam alunan tiap kata yang terpadu rapi seolah tak berujung, namun aku tahu, kelak aku akan berakhir pada titik.

Aku telah menyusuri hidup selama berpuluh kilo jauhnya dari awal paragrafku berasal. Namun aku tak tahu dimana aku akan berhenti, dan kapan itu akan terjadi.
aku sendiri tidak mengetahui dimana posisiku saat ini, apakah aku sedang berada diawal paragraf? yang berarti bahwa masih ada berjuta huruf bahkan angka yang akan kutemui? atau aku telah berada di tengah paragraf? atau justru, aku sedang ada dalam ujung paragraf? yang bermakna taklama lagi aku akan menemui titik akhirku?

sejauh ini, aku telah menemui mereka, serangkaian kata yang akan selalu ada bersamaku.

ya, kami adalah kedua puluh sembilan huruf yang terangkai dalam kata yang indah. Namun, saat ini kami terpencar, untuk mencapai apa yang kami cita-citakan.
tapi kami yakin, suatu saat akan bertemu kembali. kami yakin kami adalah serangkaian huruf tak terpisahkan, kami hanya terjegal oleh koma, bukan titik.

kami harap kami menjadi serangkaian paragraf yang berujung manis.



salam hangat,


aku yang mengasihimu.

CARA MENGELUARKAN SIMTRAY IDEVICE YANG NYANGKUT. Tidak mau keluar

Jadi ceritanya.... sim tray ipadku nyangkut.

penyebabnya aku motong micro sim gak make alat, tapi make gunting.

awalnya sih emang susah masuk tapi aku paksa. eh keterusan kan gatau kalo setelah beberapa hari berniat untuk mengganti sim card gamau keluar..

panik iya, jelas. lha gmn ga panik setelah aku coba browsing make keyword apapun berujung pada kecewaaaa. hanya ada satu video yang membantu:

https://www.youtube.com/watch?v=0aogIE_5s2M . tapi terkendala adanya alat yang digunakan. aku gapunya-_- yakali kan sedih ya udah nemu tapi gabisa.......

trus searching sana sini dibilang apple sendiri gatau gmn cara neg fix in ini kan... YAKALI coba deh yang bikin aja gatau cara ngatasinnya-_-

trus ada yang bilang bisa dimasukin iBox biaya service 150rb, penggantian simtray 300rb. mahal banget kan ya untuk ukuran simtray sekecil itu. yakan apple for premium user.

ada lagi yang bilang meskipun taruh service, service an gabakal buka itu ipad. jadi untuk software masih bisa diatasi di indo. tapi buat hardware harus kirim ke singapore. kebayang kan gmn ribet dan lamanya?

ada yang bilang meskipun send ke SG bakal diganti baru ipadnya.... masalah sekecil ini berdampak sangat besar-_-

eh tp ga segampang itu, ada yang bilang diganti ipad baru dengan menukar biaya 3/4nya. yaa itung2 beli baru kan jadinya...



trus tadi setelah ikhtiar berdoa dan tawakal. alhamdulilllah bisa keluar itu simcard. caranya?



1. make mika, coba masukin mika laminatingan di bagian simtray waktu abis push make clip kertas. kan abis di push dia agak keluar gitu kan simtraynya....

2. setelah agak keluar coba di cukit pelan-pelan make jarum, pelan2 aja jangan sampe kegores banyak. nah dengan sedikit doa bisa keluar kok simtraynya... selamat mencoba! semoga berhasil hehehehe